Muqaddimah: Buku Monumental Ibnu Khaldun

- Jurnalis

Selasa, 22 Oktober 2019 - 10:46 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

www.radioalhamzar.com – Muqaddimah. Inilah karya monumental Ibnu Khaldun, seorang ilmuwan dan sejarawan agung pada abad ke-14 M. Buku yang ditulis pemikir dari Tunisia, Afrika Utara itu tercatat sebagai karya yang sangat mengagumkan. Pengaruhnya begitru luar biasa, tak hanya mewarnai pemikiran  di dunia Islam, namun juga peradaban Barat. 

Orang Yunani menyebut karya Ibnu Khaldun itu sebagai Prolegomena. Sejumlah pemikir sepakat bahwa Muqaddimah adalah karya pertama yang mengkaji  filsafat sejarah, ilmu-ilmu sosial, demografi, histografi serta sejarah budaya.  IM Oweiss dalam karyanya bertajuk  Ibn Khaldun: A fourteenth-Century Economist menilai, Muqaddimah merupakan salah satu buku perintis ekonomi modern.

Selain itu, Ibnu Khaldun  dalam adikaryanya itu juga membedah dan mengupas masalah teologi Islam.  Yang  lebih menarik lagi, Ibnu Khaldun pun membahas sains atau ilmu pengetahuan alam dalam kitabnya yang sangat populer itu. Secara khusus, Ibnu Khaldun mengupas tentang studi biologi dan kimia dalam bab tersendiri mengenai ilmu pengetahuan alam.

Biologi

Teodros Kiros dalam karyanya Explorations in African Political Thought, mengatakan, dalam bidang biologi secara khusus Ibnu Khaldun membahas masalah teori evolusi. Menurut Khaldun, dunia ini dengan segala isinya memiliki urutan tertentu dan susunan benda. Ia mencoba mencoba mengaitkan antara penyebab dan hal-hal yang disebabkan, kombinasi dari beberapa bagian penciptaan dengan yang lain, dan transformasi dari beberapa wujud menjadi sesuatu yang lain.

Selain itu, Ibnu Khaldun juga membahas penciptaan dunia. Menurut dia, makhluk hidup berawal dari sebuah mineral kemudian berkembang dan berakal. Secara bertahap, kemudian berubah menjadi tanaman dan hewan. “Tahap terakhir mineral ”terhubung” dengan tahap pertama dari tanaman, seperti tumbuhan dan tanaman tak berbiji,” tutur Ibnu Khaldun.

Tahap terakhir tanaman, lanjut dia, seperti pohon kelapa dan tumbuhan yang merambat (pohon anggur), terhubung dengan tahap pertama binatang, seperti keong (siput) dan kerang yang hanya memiliki kekuatan sentuh.

Menurut Ibnu Khaldun, dunia binatang kemudian semakin meluas menjadi berbagai jenis. Dalam proses penciptaan bertahap, hewan/binatang akhirnya mengarah ke bentuk manusia, yang mampu berpikir dan mengartikan. “Tahap tertinggi manusia dicapai dari dunia kera, di mana kedua kecerdasan dan persepsi ditemukan, namun belum mencapai tahap refleksi dan berpikir sebenarnya,” tutur Ibnu Khaldun.

Ibnu Khaldun ternyata seorang penganut determinisme lingkungan. Dia menjelaskan bahwa kulit hitam itu disebabkan oleh iklim panas dari gurun Sahara Afrika dan bukan karena keturunan.

“Dia justru menghalau teori Hamitic, di mana anak-anak Ham yang dikutuk oleh makhluk hitam, sebagai mitos,” jelas Chouki El Hameldalam karyanya  Race, slavery and Islam in Maghribi Mediterranean thought: the question of the Haratin in Morocco. (RA-01/Rep)

Berita Terkait

Mengenal Sejarah Hajar Aswad
Mengintip Replika Rumah Nabi Muhammad SAW
Mantan Imam Masjidil Haram Tegaskan Nabi Muhammad Tak Larang Musik dan Nyanyi
Abu Hurairah: Sahabat Nabi, Sang Periwayat Hadist
Ibnu Sina: Bapak Kedokteran Modern

Berita Terkait

Selasa, 6 Oktober 2020 - 10:41 WITA

Mengenal Sejarah Hajar Aswad

Selasa, 6 Oktober 2020 - 02:22 WITA

Mengintip Replika Rumah Nabi Muhammad SAW

Sabtu, 23 November 2019 - 04:52 WITA

Mantan Imam Masjidil Haram Tegaskan Nabi Muhammad Tak Larang Musik dan Nyanyi

Sabtu, 2 November 2019 - 02:16 WITA

Abu Hurairah: Sahabat Nabi, Sang Periwayat Hadist

Selasa, 22 Oktober 2019 - 10:46 WITA

Muqaddimah: Buku Monumental Ibnu Khaldun

Berita Terbaru