Walau digelar sehari, nyatanya Pelatihan Jurnalistik Dasar bagi Guru Madrasah Maraqitta’limat se-Pulau Lombok itu punya kesan tersendiri. Apalagi saat sesi praktik dimulai. Sekitar 40 orang peserta begitu antusias dalam diskusi kelompok media siber masing-masing. Seru dan penuh keakraban hingga berlanjut WA Group diskusi Forum Jurnalis Madrasah. Lantas?
Selong, RadioAlHamzar.com – Usai dibuka oleh Dr TGH Hazmi Hamzar SH MH CIL selaku Ketua Dewan Pembina Yayasan Maraqitta’limat Nusa Tenggara Barat, Workshop Jurnalistik Radio Al Hamzar 2019 pada Kamis, 12 Desember 2019 lalu dibagi dalam dua sesi yakni sesi pagi dan sesi siang.
Sesi pagi berupa Panel Diskusi dipandu Sukri Aruman dari RMC Media Network Mataram dengan menghadirkan dua pembicara utama yakni Yusron Saudi ST, MPd selaku Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Nusa Tenggara Barat dan Lalu Saparudin Aldi, Direktur Eksekutif Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Selaparang Televisi Lombok Timur.
Dalam paparannya, Yusron Saudi mengangkat thema khas yakni Tantangan Media Dakwah Dalam Era Konvergensi : Telaah Kritis Regulasi Penyiaran dan Pers.
Sebagai Dosen, Yusron punya gaya tersendiri ketika menyampaikan materi layaknya mengajar mahasiswa di ruang kuliah. Berdiri menghadap peserta sambil menerangkan satu per satu materi presentasi yang sudah disiapkan di slide projector.
Dia memulai dengan mengutip pernyataan Mulkhan tentang apa itu dakwah sebagai aktualisasi atau realisasi salah satu fungsi kodrati seorang muslim, yaitu fungsi kerisalahan berupa proses pengkondisian agar seseorang atau masyarakat mengetahui, memahami, mengimani dan mengamalkan Islam sebagai ajaran dan pandangan hidup.
Menurut Yusron, dakwah siber atau dakwah melalui dunia maya merupakan solusi tepat yang dilakukan oleh para dai di era kekinian untuk menyebarkan materi dakwah kepada khalayak.”Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yakni perubahan gaya hidup atau life style manusia yang diakibatkan oleh kecanggihan teknologi di bidang komunikasi memberikan efek negatif bagi manusia khususnya kaum muslim,”ungkap Dosen tetap Universitas Muhamadiyah Mataram yang menamatkan Pendidikan Pascasarjananya di UNY Yogyakarta ini.
Dijelaskan Yusron, Dakwah konvensional sudah tak lagi mampu menghadapi tantangan zaman yang kian bobrok disebabkan adanya penggunaan media teknologi yang salah oleh penggunanya. Sehingga dibutuhkan terobosan baru seperti dakwah melalui dunia maya atau cyber dakwah guna menangkal atau preventif dari berbagai kejahatan yang ditimbulkan dunia maya.
Yusron mengungkapkan tiga alasan pentingnya dakwah siber. Pertama, katanya, dakwah siber muncul karena perubahan zaman yang telah mengarah kepada penguasaan tehnologi. Tak sedikit masyarakat berbondong-bondong mengalihkan dunia nyata mereka pada dunia yang merupakan konsep mental atau pikiran manusia yakni dunia maya.
Kedua, sebutnya, dakwah dan teknologi adalah sesuatu yang tak dapat dipisahkan di era globalisasi. Jika kita berpijak pada konsep dakwah kontemporer yang mudah diterima oleh kalangan masa kini. Teknologi bukanlah sesuatu yang dilarang, meskipun di masa Rasulullah belum ditemukan adanya teknologi seperti yang berkembang pesat dewasa ini. Ketiga,Temuan survei Komnas Perlindungan Anak adalah salah satu peringatan dari betapa cyberspace sedang masuk ke relung-relung kampung dengan tanpa batas. Karena sebagian remaja lebih condong mempergunakan ruang maya itu untuk mencari material porno, maka yang muncul adalah implikasi negatif. Bagaikan pedang bermata dua, cyberspace memperlihatkan dua sisi implikasinya: positif atau negatif. “Bahkan saat ini internet memasuki wilayah paling pribadi atau Private dari kehidupan kita,”ujar pria kelahiran Pohgading Lombok Timur ini.
Yusron membeberkan sejumlah data dan fakta bagaimana tingkat ketergantungan khayalak terhadap penggunaan internet yang terus bertambah dari waktu ke waktu. “Kita memasuki era post truth yaitu sebuah kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. Kondisi inilah yang menyebabkan munculnya hoax,”tegasnya.
Disebutkan pula, hasil survei daring Masyarakat Telematika(MASTEL) di 2017 diikut ioleh 1.116 responden, menunjukkan media sosial, aplikasi komunikasi, dan situs menjadi saluran tertinggi penyebaran hoaks dalam bentuk tulisan, gambar, dan video. Dari hasil survei tersebut juga menunjukan 92.40% penyebaran hoax menggunakan media sosial seperti facebook, instagram, twitter dan Path.
Beberapa faktor yang membuat banyak orang percaya berita bohong, kata Yusron, antara lain keterbatasan informasi, tingkat popularits informasi, ketertarikan dan bias konfirmasi.”Kita percaya berita hoax bukan karena kita mudah dibohongi tapi karena keterbatasan arus informasi yang datang. Kita lebih tertarik dengan berita hoax karena topiknya yang menarik dan unik. Kalau berita hoax tersebut berkaitan dengan hal yang dipercaya, maka kebohongan akan lebih mudah diterima,”tandasnya.
Hal yang menarik, lanjut Yusron, adalah masih tingginya tingkat kepercayaan khalayak terhadap informasi yang disiarkan media konvensional seperti Radio dan TV. “Orang kalau buka Channel Youtube, masih percaya sumber informasi kalau ada logo stasiun TV. Ini menandakan masyarakat makin kritis dan cerdas bermedia. Tidak mudah begitu,”imbuhnya dan berharap para guru madrasah yang menjadi peserta pelatihan jurnalistik akan menjadi garda terdepan dalam menyebarluaskan informasi baik kepada sebanyak-banyak orang.”Mari kita pelajari filosofi kerja gotong royong ala semut. Harus ada yang bersedia berada di bawah, di atas, di samping kiri dan kanan. Satu suara, satu langkah dan satu hati,”ajaknya menutup paparan.
Di Balik Dapur Produksi Siaran Selaparang TV
Sebelum sesi tanya jawab dimulai, moderator mempersilakan narasumber kedua untuk menyampaikan materinya. Kali ini giliran Lalu Saparudin Aldi SS selaku Direktur Eksekutif Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Selaparang Televisi.
Pemateri kedua memilih duduk santai menjelaskan materinya yang lebih banyak mengulas rahasia dapur produksi Selaparang Televisi yang sudah berusia 15 tahun sejak bersiaran pertama kali pada 17 Agustus 2004 hingga sekarang.”Saya baru setahun bekerja di Selapang TV,”ujar pria yang akrab disapa Apenk ini.
Apenk juga menuturkan sekilas sepak terjangnya di dunia pergerakan mulai dari memimpin aksi demo pembubaran eks KLP Sinar Rinjani Aikmel, ikut membela masyarakat kecil dalam sejumlah kasus hukum pidana dan perdata, termasuk kegigihannya dalam merintis pembangunan sekolah budaya di kampung halamannya Desa Lenek yakni ikut mendirikan SMK Dane Rahil yang kini sudah mempunyai tidak kurang dari 400 siswa.”Kalau bicara dunia media, terus-terang saya bukan ahli di bidang televisi, karena saya berasal dari pegiat pers cetak alias pernah jadi wartawan lokal bersama dengan Pak Sukri, ketika dulu kami sama-sama bekerja di Harian NTB POST, 18 tahun lalu, tepatnya tahun 2000-an lah,”terangnya.
Pagi itu, Apenk tampil dengan baju khas, baju adat lengkap berupa kain tenun dan Sapuk Dodot khas Lenek dan menyampaikan materinya tentang Eksistensi Selaparang TV Sebagai Media Informasi Terdepan dan Pelestari Nilai Kearifan lokal di Gumi Selaparang.
Menurutnya, hakekat keberadaan Selaparang TV sebagai lembaga penyiaran publik lokal adalah berupaya menyajikan program siaran yang berpihak pada kepentingan public, masyarakat luas. “Kami berusaha menyajikan program siaran mulai berita dan lain sebagainya yang dihajatkan untuk bisa memenuhi harapan masyarakat di Lombok Timur,”ulasnya.
Disebutkan Apenk, siaran Selaparang TV sejauh ini memang belum optimal memenuhi harapan masyarakat Lombok Timur karena secara teknis dan infrastruktur memang terkendala jangkauan siaran yang terbatas terutama siaran analog alias siaran tanpa parabola.”Namun kami terus berusaha menyiasatinya dengan mengembangkan konsep siaran 3 in 1, bersiaran analog dan live streaming, juga mengembangkan portal berita SelaparangTVid dan siaran radio online, SelaparangTV Radionet. Intinya kami ingin memudahkan pemirsa mengakses siaran Selaparang TV melalui semua saluran yang tersedia termasuk media sosial,”papar sosok yang dikenal dengan nama Apenk Aldikara Lalu, pegiat media sosial yang juga Editor pada Forum Diskusi Peduli Lombok Timur ini.
Sejumlah pertanyaan dilontarkan peserta terkait program siaran yang dinilai tidak tepat jam tayang dan belum bisa diakses melalui TV kabel. Ada juga pertanyaan tentang komitmen Selaparang TV menjalankan fungsi kontrol sosialnya.
Terkait hal itu, Lalu Saparudin Aldi secara tegas menyebutkan bahwa Selaparang TV berusaha menyuarakan kepentingan semua pihak, tidak saja masyarakat tetapi juga Pemerintah Lombok TImur. Dia bahkan mengaku kerapkali menerima protes dan keberatan sejumlah pihak yang merasa pemberitaan Selaparang TV merugikan pihak mereka.”Selaku pimpinan, saya wajib bertanggungjawab atas apapun pemberitaan Selaparang TV dan kami berusaha professional menjalankan tugas. Kalaupun ada yang merasa dirugikan karena menilai kami sepihak. Justru kami terbuka untuk memberikan mereka ruang hak jawab, silakan gunakan kesempatan itu,”tegasnya.
Pada kesempatan tersebut, Apenk juga membeberkan sejumlah program unggulan yang secara konsisten diproduksi mulai program berita Jendela Selaparang, Jalan Ummat, Potret Kehidupan, Tarung Pepadu, Cerita dari Desa dan lain-lain.”Ya alhamduillah, karya kami setahun terakhir ini telah mendapat apreasiasi dan pengakuan dari pihak lain termasuk dari lembaga negara seperti KPID NTB yang memberikan penghargaan kepada Program Jendela Selaparang sebagai program Berita Terbaik Anugerah Penyiaran KPID NTB 2019,”tuturnya bangga.
Sementara itu, Ketua KPID NTB, Yusron Saudi mengakui bahwa LPPL Selaparang TV memang ditetapkan sebagai pemenang Kategori Program Berita Terbaik untuk acara Jendela Selaparang, sesungguhnya murni melihat dan mencermati kualitas program tersebut yang lebih baik dari program sejenis dari pesaingnya yang lain.”Banyak keunggulan program itu dari berbagai sisi, mulai kualitas isi berita, teknik penyajian dan juga teknik produksi, memang kali ini Jendela Selaparang dinilai yang terbaik oleh Dewan Juri. Saya sebagai mantan praktisi TV juga bisa tahu dari gambar visual yang dihasilkan, menggunakan berapa kamera, dan sisi artistik yang lain,”akunya.
Paparan diskusi panel dan tanya jawab peserta dengan narasumber yang berlangsung kurang lebih 2,5 jam, cukup memberikan pemahaman baru kepada para guru madrasah tentang kerja-kerja luar biasa praktisi media di era kekinian. Walau tidak semua mendapat kesempatan bertanya, namun perwakilan peserta dengan sejumlah pertanyaan yang unik dan menarik, menjadi kekhasan diskusi panel sei pagi itu. Misalnya, ada yang ingin tahu bagaimana proses pengawasan dan pemantauan dilakukan KPID Nusa Tenggara Barat, apa kriteria berita penting dan menarik, atau pertanyaan seputar kerja youtuber dan bagaimana menyikapi maraknya berita hoaks di dunia maya.
Moderator pun mengajak peserta untuk terus berkomunikasi dengan narasumber bila ada hal-hal yang perlu didalami lebih lanjut.”Karena keterbatasan waktu, silakan diskusinya bisa berlanjut setelah forum ini dan kita ketemu usai ISHOMA di sesi Teori dan Praktek Menulis Berita Digital,”kata Moderator menutup sesi diskusi panel disambut tepuk tangan peserta pelatihan. (Tim RA – bersambung)