Oleh: Suhairi (Guru pada MI Maraqitta’limat Mamben Lauk Lombok Timur)
Sejarah menuturkan bahwa senantiasa Indonesia mencapai kemerdekaaan tanggal 17 Agustus 1945. Namun setelah Indonesia merdeka timbul berbagai gejolak dan pemberontakan di sana sini seperti pemberontakan DITII. dan berbagai kekerasan sehingga pemerintah tidak sempat mengurus pendidikan dan pengajaran secara sempurna. Pendidikan masyarakat yang ada di pedesaan terpaksa di pesanteren yang dipimpin oleh Tokoh Agama para Ulama, Tuan Guru dan Para Kiyai. Mereka belajar pada umumnya di pesantren yang dimiliki oleh Tuan Guru, atau di masjid. Cara belajarnya duduk bersila (berhalakah) dan ada pula yang menggunakan sistem sorogan dan watonan. Pada umumnya para santeri memakai kain sarung, baju pejana dan songkok dan alas kaki memakai terompah yang terbuat dari kayu.
Melihat perkembangan pendidikan selama itu perkembangannya kurang membawa hasil yang maksimal maka Tuan Guru H. Muhammad Zainuddin Arsyad bercita-cita membuka pendidikan agama dengan sistem klasikal. Artinya, anak-anak belajar di kelas disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan pengelompokan umur dengan demikian mudah diawasi, dan mudah diketahui tingkat kecerdasan masing-masing santeri.
Hal ini akan terlaksana jika ada restu dari orang tuanya Tuan Guru H. Muhammad Arsyad. Dengan perasaan yang tulus diiringi dengan perasaan ragu dibawalah H. Husni dan H. M. Abu Bakar menghadap untuk menyampaikan cita-citanya mendirikan madrasah sebagai tempat melaksanakan pendidikan agama di samping pesanteren yang telah ada. Pada dasarnya ayahandanya merasa enggan memberikan restu tentang berdirinya sebuah madrasah berdasarkan beberapa pertimbangan, namun setelah mengadakan dialog yang panjang tentang manfaat berdirinya sebuah madrasah, akhirnya Beliau (Tuan Guru H. Muhammad Arsyad) merestuinya dengan perasaan lega dan puas, menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam mendirikan madrasah ini.
TGH. Muhammad Zainuddin Arsyad dibantu oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya seperti H. Mukhtar, H. Yakkub, Guru Arifin, H. Mahmudin, H. Halidi dan para kiyai yang ada di Desa Mamben. Dalam mengelola dan mengembangkan madrasah yang baru dimulai ini beliau menugaskan beberapa orang guru yaitu:
- H. Husni
- Bapak Kesip/TGH. M. Abu Bakar
- Gr. Husrah
- Hadri
- Hafsah
- Jakrah Istri Tuan Guru H. M. Zainuddin Arsyad
Adapun pokok pikiran yang melatarbelakangi berdirinya madrasah ini ialah hasrat untuk memperdalam dan menyebarkan ilmu pengetahuan agama Islam. dan ilmu pengetahuan lainnya untuk meningkatkan kualitas umat islam dan membebaskan mereka dari keterbelakangan dan kebodohan yang nyata-nyata menjadi penyakit masyarakat. Sebagaimana diketahui tiap madrasah perlu memiliki nama tersendiri sebagai identitas untuk dikenal masyarakat. Maka, tahun berdirinya madrasah ini 1 Januari 1952 diberi nama “Nahdlatul Ahliyah Al-Islamiyah.” Falsapah berdirinya madrasah ini adalah satu gerakan/kebangkitan keluarga yang islami. Namun beberapa hasil pemikiran dan pertimbangan yang mendasar ini berubah nama dengan Madrasah Maraqitta’limat Al-Islamiayah Al-Ahliyah yang artinya Tangga atau Jenjang Pendidikan Islam untuk menghimpun keluarga.
Begitu madrasah didirikan timbul tantangan dan hambatan yang datangnya dari keluarga/jamaah sendiri juga masyarakat luar yang tidak menginkan madrasah ini berdiri karena takut hilang pengaruh, takut kehilangan jamaah. Dari kalangan jamaah timbul asumsi bahwa mendirikan madrasah adalah mengikuti cara-cara orang kafir/non muslim, dan meniru segala sepak terjangnya berarti mengikuti orang orang kafir. Mereka mengemukakan alasan dengan mengemukakan sebuah hadits.
مَنْ تَشَابَهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang mengikuti dan menyerupai suatu kaum maka ia adalah sebagian dari mereka”.
Namun gejolak ini tidak berkepanjangan setelah Bapak Tuan Guru memberikan penjelasan tentang perlunya pendidikan agama melalui wadah yang bernama madrasah. Mulailah diadakan pendaftaran murid baru yang berdatangan dari berbagai tempat dan dusun yang ada di Desa Mamben Lauk dan Mamben Daya dan juga ada yang mendaftar dari luar desa seperti Wanasaba, Suela, Suntalangu dan lain-lainnya. Bahkan, banyak pendaftar-pendaftar dari tempat lain. Dalam penerimaan murid baru, dipilih dan disesuaikan dengan tingkat ilmu pengetahuannya yang sudah ada dan kemampuannya membaca Al-qur’an. Bagi anak-anak yang belum mampu Al-qur’an dengan fasih dimasukkan dalam kelas tahdiri. Selama satu tahun bagi yang sudah mampu membaca Al-qur’an dan tahan sekolah rakyat 3 tahun dikelompokkan menjadi kelas satu dan untuk pindahan dari madrasah lain disesuaikan dengan kemampuan dan dikelompokkan dalam kelas satu dan kelas dua.
Dengan demikian walaupun baru berdiri madrasah Maraqitta’limat Mamben telah memiliki 4 kelas ruangan belajar, semua mata pelajaran menggunakan kitab bahasa Arab. Kegiatan belajar dimulai dari jam 07.30 sampai jam 13.00 pelajaran tingkat takdiri meliputi, Membaca Al-qur’an, Tauhid, Fiqih, Sirah dan bahasa Arab dan 100% belajar agama. Bagi kelas I, II dan III mulai diajarkan Al-qur’an dan Tafsir, Nahwu, Sharaf, Tauhid, Ta’limul Hajatil Arabiyah dan berbagai kitab sejarah dan Khaririyah, Hadits, Ilmu Hadits, dan Tasawuf, Ilmu Hisab, Imla dan Khat. Ruang belajar menempati ruang darurat, beratapkan daun kelapa dan di sampir rumah Tuan Guru H. Muhammad Zainuddin Arsyad. Namun demikian kegiatan belajar-mengajar berjalan lancar, dan gairah anak-anak sangat antusias. Di samping belajar pagi hari juga dibuka sore hari untuk menampung anak-anak (murid sekolah rakyat) yang ingin menambah pengetahuan agama. Demikian juga kegiatan di malam hari dilakukan pendidikan agama khusus wanita ibu-ibu rumah tangga.
Demikianlah kegiatan yang dilakukan dengan penuh kesungguhan dengan memanfaatkan waktu dan kesempatan untuk menegakkan syariat Islam, melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar melalui pendidikan agama di madrasah. Perkembangan Madrasah Maraqitta’limat yang baru dibuka ini cukup memuaskan dan sangat mengembirakan, tahun kedua jumlah murid yang mendaftar sangat banyak tidak tertampung dengan jumlah lokal yang ada. Walaupun masih menggunakan ruang darurat, hal inilah yang menjadi pemikiran Bapak Tuan Guru dan guru-guru pembantunya, bagaimana cara dan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mendapatkan tempat khusus mendirikan gedung yang permanen. Pemikiran dan rencana ini disampaikan kepada Ayahandanya Tuan Guru H. Muhammad Arsyad mohon petunjuk bagaimana dapat mendirikan sebuah gedung yang permanen. Setelah bermusyawarah dengan semua keluarga terdekat dan tokoh tokoh masyarakat maka salah seorang keluarga terdekat yaitu Amaq Senep alias H. Muhammad Amin dengan ikhlas mengamalkan tanah pekarangannya menjadi tempat mendirikan gedung Madrasah Maraqitta’limat secara permanen.
Kini gedung tersebut menjadi gedung Madrasah Ibtidaiyah Maraqitta’limat Mamben Lauk. Setelah mendapat restu orang tuanya maka, untuk mewujudkan cita-cita mendirikan gedung permanen, mendapat dukungan dari semua keluarganya dan semua tokoh masyarakat, seperti. H. Mukti, Bapak H. Yakub, Bapak Imran, Gr. Badar, H. Ahyar, TGH. Afdaluddin Mamben Daya, H. Mahruf Mamben Daya, H. Abdul Halim Gelumpang, Gr. Musdalifat Kalibening, H. Mahmudin Tembeng Putik, A. Juhur Bandok, A. Adis Lendang Belo, A. Anwar Orong Rantek, H. Najamuddin Lengkok, Amaq Amenah dan lain-lainnya.
Setelah mendapat kata sepakat dibentuklah panitia pembangunan serta sumber-sumber bahan (donatur) yang diperlukan termasuk rencana biaya yang diperlukan. Pembangunan gedung tersebut dibangun secara gotong royong, sedangkan bahan bangunan yang diperlukan ditanggung oleh masyarakat. (swadaya murni) masyarakat. Alhamdulillah, setelah bergotong-royong membangun gedung madrasah yang permanen berjalan selama sebulan. Bangunan berdiri dengan megahnya berukuran 10 X 8 M. terdiri 6 lokal belajar, ruang guru, dan aula.
Sebagai rasa syukur atas suksesnya bangun gedung yang permanen. Dan ucapan terima kasih kepada masyarakat. pada tahun 1954 bertepatan dengan peringatan maulid Nabi Besar Muhammad SAW. direncanakan meresmikan gedung baru dirangkaikan dengan peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Namun, datanglah hambatan dari pihak penguasa/Pemerintah. dengan tidak disangka sebelumnya. Tiba-tiba datang utusan dari Kepala Pemerintah Daerah Lombok Timur (Bupati belum terbentuk) menyampaikan kepada Bapak Tuan Guru dengan tegas, bahwa madrasah yang baru dibuka harus ditutup, sekali lagi harus ditutup karena di Mamben sudah ada madrasah. Tidak boleh dua madrasah yang berbeda nama dalam satu desa, akan menimbulkan perpecahan dan huru-hara di tengah-tengah masyarakat bahkan menimbulkan perkelahian. Kalau ini terjadi. pemerintah daerah tidak akan bertanggung jawab. Demikianlah pesan dan amanat Kepala Daerah Lombok Timur yang dijabarkan oleh Mamiq Jamilah (Distrik Selong) selaku utusan. Menerima ultimatum yang begitu dahsyat dan sangat menyakitkan dan menyinggung perasaan. Bapak Tuan Guru tidak tinggal diam, diutuslah H. M. Abu Bakar, menemui Distrik Masbagik (Mamiq Muhamat) dan Pengurus Partai Masyumi anak cabang Masbagik, menyampaikan hal tersebut serta minta petujuk bagaimana jalan keluar madrasah yang baru saja berdiri dapat berjalan dan jangan sampai di tutup.
Bersama Dewan Pengurus Partai Masyumi Anak Cabang Masbagik. (H. Abdullah Hujne). Maka, H. M. Abu Bakar berangkat ke Mataram menemui Pengurus Partai Masyumi Daerah Lombok (Mamik Rifaah) dalam pertemuan ini yang dihadiri juga oleh Kepala Kantor Pendidikan Agama Daerah Lombok yang dijabat oleh SH. Adnan. Setelah mempertimbangkan segala azas manfaat dan mudaratnya berkesimpulan bahwa;
- Jika madrasah ditutup berarti menghalangi kemajuan pendidikan sedangkan madrasah adalah salah satu wadah untuk mencerdaskan bangsa, lebih-lebih pendidikan agama yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitarnya.
- Di pihak lain kita harus menaati perintah (Kepala Daerah) yang merupakan pucuk pimpinan dan pengayom masyarakat.
Akhirnya Pengurus Partai Masyumi Daerah Lombok (Mamiq Rifaah) memutuskan yang akan diresmikan adalah gedungnya bukan madrasahnya. Sedang yang baru itu kita buat menjadi gedung Masyumi, tempat kegiatan partai, ini berarti gedung masyumi di Indonesia terdapat dua lokasi satu di Aceh dan satu lagi di Mamben. Kalau gedung Masyumi sudah kita resmikan, semua kegiatan belajar-mengajar tetap berjalan sebagaimana biasanya, atau kegiatan pengajian umum tetap dilaksanakan di dalamnya. Hasil putusan ini disampaikan oleh H. M. Abu Bakar selaku utusan dan Bapak Tuan Guru menerima hasil putusan tersebut dengan lapang dada. Berlangsunglah acara peresmian gedung Masyumi Desa Mamben dirangkaikan dengan acara Peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, pada tahun 1954. Dalam acara ini hadir semua tokoh tokoh partai Masyumi se-Daerah Lombok. Seperti Yusuf Thaib Matis, Mamik Rifaah, bersama anggota pengurus partai dan jajarannya. Semua Instansi pemerintah baik sipil maupun ABRI menyaksikan diresmikannya gedung Masyumi Desa Mamben. Mulai saat itu pula madrasah yang ditempati ini, bernama Madrasah Gedung dan hingga kini Madrasah Ibtidaiyah Maraqitta’limat Mamben masih populer dengan Madrasah Gedung.